Ilustrasi |
Warinussy yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Papua Barat mengatakan, tindakan oknum-oknum tersebut selain sangat memalukan secara keilmuwan hukum, tapi juga telah menjatuhkan martabat seorang Presiden sebagai Kepala Negara yang mungkin bermaksud baik dalam upaya memperbaiki pola kebijakan negara terhadap orang Papua, tapi sayang sekali tidak cukup ditunjang oleh penasihat ahli yang minimal mengetahui standar prosedural dan mekanisme pembuatan sebuah produk hukum.
Diungkapkan, sebenarnya jika kita mengkaji secara baik pasal demi pasal dan bab demi bab dari Undang Undang Nomor 21 tahun 2001 serta konsiderannya, maka seyogyanya para oknum plagiat disekitar Bapak Presiden itu mau sedikit meluangkan waktunya untuk membaca risalah pembuatan undang undang otsus Papua yang sungguh monumental dan memiliki histori yang khas itu lebih dahulu.
"Sehingga dengan adanya pemahaman yang sungguh akan latar belakang sosial-politik dari pada dibuat dan dilahirkannya undang undang otsus Papua, maka akan sangat membantu sekali untuk merumuskan langkah-langkah perubahan berdasarkan amanat pasal 77 undang undang otsus Papua tersebut,"ujarnya.
Kata dia, bagaimanapun rencana perubahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 tersebut haruslah mengacu senantiasa pada hasil evaluasi yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan baik masyarakat Papua, pemerintah daerah, pemerintah pusat, pelaku bisnis juga investor, LSM, perguruan tinggi serta kelompok-kelompok resisten bahkan TNI dan Polri.
Dengan begitu dapat diperoleh pokok-pokok masalah apa saja yang masih kurang dalam aplikasi dan realisasi amanat undang undang tersebut dan bagaimana merancang strategi dan taktik guna memperbaikinya di masa mendatang.
"Termasuk pula dalam hal apakah perlu peningkatan status otonomi khusus Papua menjadi daerah berpemerintahan sendiri? ataukah sebuah otoritas khusus yang luas dan bertanggung-jawab ? ataukah sebuah cikal bakal federasi misalnya? Langkah tersebut sangat inkonstitusional dan menjadi tidak laku lagi, karena lembaga representasi rakyat semacam Majelis Rakyat Papua [MRP] jelas-jelas sudah menyatakan bahwa solusi atas soal papua, termasuk kegagalan otsus itu sendiri hanya bisa dilalalui dengan diselenggarakannya Dialog Papua-Indonesia. Sehingga tentu upaya segelintir oknum tersebut diatas menjadi sangat tidak tepat, inskonstitusional, tapi juga membuat persoalan Papua makin runyam ke depan,"ujar Warinussy.
Sementara itu Forum Kerjasama (Foker) Papua juga meminta kepada MRP mencermati ulang dengan seksama usulan perubahan atas UU No. 21 Tahun Baru 2001 yang sementara digagas pihak lain. Menurut Sekretaris Eksekutif Foker LSM Papua Lienche F. Maloali, dokumennya kini tersebar luas di kalangan masyarakat.
Kata dia, dokumen berjudul 'Rancangan Naskah Akademik, Rancangan Undang Undang tentang Pemerintahan Papua' merupakan salinan mentah dengan sedikit perubahan dari UU Pemerintah Nangro Aceh Darussalam. “Situasi ini dipandang perlu, karena dalam kopian naskah dimaksud ditemukan antara lain: a. 3.26 Tentara Nasional Indonesia, pada halaman 99 butir 5 tentang tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia di Aceh diadili sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kalimatnya sama dengan dengan UU Pemerintahan Provinsi Aceh Pasal 203 Ayat (1).b. 3.27
Kepolisian: Halaman 100, butir 6: Pemberhentian Kepala Kepolisian Aceh dilakuakan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kalimatnya sama dengan UU Pemerintah Aceh Pasal 205 (5). c. “Lalu pada halaman 89, dalam salah satu usulan pasal tentang Komunikasi dan Informatika (1) Pemerintah Papua mempunyai kewenangan menetapkan ketentuan di bidang pers dan penyiaran berdasarkan nilai Islam dan selaku wakil budaya orang asli Papua dari 7 Wilayah Budaya di Papua, MRP harus merancang Naskah Akademisi serta Rancangan Undang-Undang dengan melibatkan Tenaga-tenaga Akademisi yang jelas, dan yang mengenal Culture Orang Papua, seperti Universitas Cenderawasih, UNIPA dan berbagai Akademisi, dan seluruh komponen masyarakat di Tanah Papua,” ujarnya.[154]
Sumber: suara pembaruan
0 komentar:
Posting Komentar