Jakarta, CNN Indonesia -- Sepuluh tahun setelah kehidupan rakyat Aceh terhenti akibat terlumat gelombang tsunami, kini mereka telah menunjukkan denyut semangatnya. Mereka, yang sempat terjatuh, sekarang sudah bangkit menantang.
Fauziah, warga Gampong Lampulo misalnya, jadi contoh sosok ibu rumah tangga yang bisa bertahan hidup setelah sang suami hilang ditelan gelombang. Lewat pendidikan yang diberikan oleh banyak lembaga NGO luar negeri pada lima bulan setelah tsunami, ia berhasil membangun kembali kehidupan keluarganya yang sempat diporakporandakan air bah di Desember sepuluh tahun lalu.
“Kami awalnya setelah tsunami sempat tak tahu lagi mau kerja apa. Lalu kami diberi pelatihan dari NGO-NGO. Karena kebetulan dekat dengan TPI (Tempat Pelelangan Ikan), jadi kami banyak belajar tenyang pengolahan ikan,” katanya kepada CNN Indonesia, Kamis (18/12) pekan lalu.
UD Tuna, sebuah nama usaha dagang yang dibuat olehnya kini kian naik pamor. Usaha Fauziah mampu memproduksi hasil laut menjadi beberapa jenis makanan seperti ikan kayu, abon ikan, hingga dendeng.
Dari usaha itulah nama Fauziah sebagai pebisnis ulung kian dikenal. Produksi ikan kayu yang dikreasikannya kini mendapat omzet hingga Rp 20 juta per bulan. Padahal, panganan yang perlahan menjadi salah satu buah tangan khas Aceh ini diawali hanya dengan modal Rp 500 ribu.
Bersama dengan sepuluh wanita di lingkungannya, Fauziah kini sudah melebarkan sayap bisnisnya hingga ke luar Banda Aceh. Sabang, Siglie, Biereun, Lhokseumawe, Langsa, Meulaboh, Aceh Besar menjadi wilayah penjualan produknya yang diberi label Cap Kapal Tsunami itu.
“Sekarang sudah ada yang dikirim ke Medan, Kalimantan dan Jakarta. Tapi baru berdasarkan pemesanan saja,” ujar Fauziah.
Kisah semangat usaha Fauziah pun sudah cukup mahsyur di telinga masyarakat Aceh. Bagaimana tidak, dari sekian banyak usaha kecil yang dilakukan oleh para korban tsunami, produk ikan kayu besutannya mendapat apresiasi langsung dari Pemerintah Aceh. Sejak dua tahun lalu, pemerintah Aceh mengorder ikan kayu cap kapal tsunami untuk dibawa oleh ribuan jamaah haji asal Nanggroe Aceh Darussalam.
“Diorder oleh Gubernur untuk dibagikan ke jamaah haji Aceh. Katanya ini jadi oleh-oleh makanan ciri khas orang Aceh. Jadi kalau di sana, bisa tetap nikmati makanan khas,” ujarnya.
Selain usaha panganan seperti yang dilakukan oleh Fauziah, bangkitnya kehidupan masyarakat Aceh juga dapat dilihat dari sebuah acara bazaar tahunan yang diikuti oleh lebih dari 20 enterpreneur muda, bernama Aceh Clothing. Acara yang baru saja digelar pada 19-21 Desember pekan lalu ini menjadi ajang adu kreatif kaum muda Aceh.
Aceh Clothing, yang digelar untuk kedua kalinya, menawarkan produk-produk fashion dengan desain yang cukup menarik. Meski keberadaan Factory Outlet tidak terlalu menonjol di Banda Aceh, namun kehadiran brand-brand lokal di Aceh Clothing dapat menjadi indikasi tumbuhnya sektor ekonomi kreatif Aceh.
“Memang baru dua kali Aceh Clothing ini diadakan. Tapi selalu didatangi banyak pengunjung. Dari sini juga, kita bisa lihat kalau anak muda Aceh juga kreatif dalam bidang usaha,” ujar Achyar, pemilik clothing label Bujroe, yang mengusung desain simbol-simbol khas Aceh dalam produksi kausnya.
(meg/sip)
Fauziah, pemilik usaha ikan kayu Cap Kapal Tsunami di kawasan Lampulo, Banda Aceh, Kamis, 18 Desember 2014. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
“Kami awalnya setelah tsunami sempat tak tahu lagi mau kerja apa. Lalu kami diberi pelatihan dari NGO-NGO. Karena kebetulan dekat dengan TPI (Tempat Pelelangan Ikan), jadi kami banyak belajar tenyang pengolahan ikan,” katanya kepada CNN Indonesia, Kamis (18/12) pekan lalu.
UD Tuna, sebuah nama usaha dagang yang dibuat olehnya kini kian naik pamor. Usaha Fauziah mampu memproduksi hasil laut menjadi beberapa jenis makanan seperti ikan kayu, abon ikan, hingga dendeng.
Dari usaha itulah nama Fauziah sebagai pebisnis ulung kian dikenal. Produksi ikan kayu yang dikreasikannya kini mendapat omzet hingga Rp 20 juta per bulan. Padahal, panganan yang perlahan menjadi salah satu buah tangan khas Aceh ini diawali hanya dengan modal Rp 500 ribu.
Bersama dengan sepuluh wanita di lingkungannya, Fauziah kini sudah melebarkan sayap bisnisnya hingga ke luar Banda Aceh. Sabang, Siglie, Biereun, Lhokseumawe, Langsa, Meulaboh, Aceh Besar menjadi wilayah penjualan produknya yang diberi label Cap Kapal Tsunami itu.
“Sekarang sudah ada yang dikirim ke Medan, Kalimantan dan Jakarta. Tapi baru berdasarkan pemesanan saja,” ujar Fauziah.
Kisah semangat usaha Fauziah pun sudah cukup mahsyur di telinga masyarakat Aceh. Bagaimana tidak, dari sekian banyak usaha kecil yang dilakukan oleh para korban tsunami, produk ikan kayu besutannya mendapat apresiasi langsung dari Pemerintah Aceh. Sejak dua tahun lalu, pemerintah Aceh mengorder ikan kayu cap kapal tsunami untuk dibawa oleh ribuan jamaah haji asal Nanggroe Aceh Darussalam.
“Diorder oleh Gubernur untuk dibagikan ke jamaah haji Aceh. Katanya ini jadi oleh-oleh makanan ciri khas orang Aceh. Jadi kalau di sana, bisa tetap nikmati makanan khas,” ujarnya.
Anak muda melihat koleksi produk pakaian di salah satu stan pameran Aceh Cloth Expo di Banda Aceh, Jumat, 19 Desember 2014. Aceh Cloth menjadi bagian wadah inovasi dan kreatifitas anak muda aceh yang ikut mendongkrak perekonomian Aceh. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Aceh Clothing, yang digelar untuk kedua kalinya, menawarkan produk-produk fashion dengan desain yang cukup menarik. Meski keberadaan Factory Outlet tidak terlalu menonjol di Banda Aceh, namun kehadiran brand-brand lokal di Aceh Clothing dapat menjadi indikasi tumbuhnya sektor ekonomi kreatif Aceh.
“Memang baru dua kali Aceh Clothing ini diadakan. Tapi selalu didatangi banyak pengunjung. Dari sini juga, kita bisa lihat kalau anak muda Aceh juga kreatif dalam bidang usaha,” ujar Achyar, pemilik clothing label Bujroe, yang mengusung desain simbol-simbol khas Aceh dalam produksi kausnya.
(meg/sip)
0 komentar:
Posting Komentar