Berburu Keindahan Di Puncak Burni Telong


Laporan : Fahcrul Reza Dari Bener Meriah


Menikmati panorama diatas ketinggian (Foto :Fachrul Reza) 

Menikmati gemerlap malam yang dihiasi pancaran warna-warni indahnya sebuah Kota sudah menjadi hal yang biasa bagi pecinta travelling. Padahal belantara alam lebih mampu menjanjikan panorama alam yang luar biasa yang kini menjadi objek wisata yang kian populer dikalangan muda-mudi, seperti halnya Mountain Burni Telong, salah satu gunung aktif yang berada di Kab. Bener Meriah, kerap digandrungi para pendaki dengan ketinggian 2.624 mdpl,

Beranjak dari Kota Lhokseumawe, dengan menempuh perjalanan selama 2 jam 42 menit dengan jarak 130 KM. Atjeh Bisnis bersama dengan sejumlah pendaki yang tergabung dalam Komunitas Sendal Jepit tiba di Gampong Lampahan, Kec. Timang Gajah, Kab. Bener Meriah.

Setiba di desa itu, para peserta menyiapkan logistik untuk kebutuhan pokok selama pendakian nantinya. Kembali perjalanan dilanjutkan menuju Gampong Rembune, yakni desa terakhir yang terletak dikawasan kaki Gunung Burni Telong.

Disini berlaku aturan, untuk melakukan pendakian kegunung, harus menjumpai geuchik (kepala desa-red) setempat guna melakukan registras. Selain itu melaporkan juga jumlah pendaki serta berapa lama melakukan kegiatan pendakian. Hal itu diwajibkan oleh desa setempat, guna menjaga ketertiban dan mudah membatu jika ada hal yang tidak diinginkan terjadi.

Aroma pegunungan kian terasa, menapaki jalan menanjak di kaki gunung Burni Telong. Tim pendaki menulusuri jalan setapak yang menanjak dibawah derasnya hujan. Hari semakin gelap, melewati kebun kopi milik warga sembari terdengar nada-nada belantara yang menyeringai jiwa. Percikan air hujan yang jatuh melewati dedaunan, membasahi tubuh tanpa kenal letih.

Dilereng gunung ini, ada tempat yang disebut dengan Rumah Mamak. Rumah Mamak ini  amat terkenal dikalangan pendaki, betapa tidak Rumah Mamak menjadi persinggahan terakhir sebelum pendakian dimulai. Jarak tempuh dari desa terakhir dikaki Burni Telong dengan Rumah Mamak ini sekitar Satu Jam jalan kaki.

Butiran-butiran air yang jatuh dari langit kaki Burni Telong masih belum berhenti. Rasa dingin semakin menusuk hingga ke tulang. Pendakian sangat berbahaya bila dilakukan dalam keadaan hujan, para peserta memutuskan untuk istrahat sambil menanti hujan reda.

Setelah menyantap makan malam, guna menambah energi untuk mendaki, layaknya smartphone yang harus di charger. Tepat pukul 12 malam setelah hujan reda, pendakian dimulai. Sebelum melakukan pendakian terlebih dahulu dimulai dengan pembacaan doa agar tidak ada kendala yang menghadang hingga sampai dengan selamat.

Kembali, peserta harus melewati puluhan hektar kebun kopi sampai tiba di penghujung kebun milik warga, yang dalam bahasa Aceh disebut Pintoe Rimba (Pintu Rimba-red). mereka memercayai sebelum memasuki Pintoe Rimba diharuskan melantunkan Azan. Azan pun dikumandangkan oleh peserta. Tidak lupa pula membaca doa kepada Yang Maha Kuasa, agar dilindungi dan tidak terjadi apa-apa selama dalam perjalanan menuju puncak gunung.

Rute terjal nan licin akibat diguyur hujan mulai menyapa dalam gelapnya punggung gunung tersebut. Setelah berjalan sekiranya 1 jam lamanya tiba lah di pos pertama yang dikatakan shelter 1 atau disebut shelter air.

Mengejar waktu agar tak ditinggal sunrise peserta yang merupakan anak muda ini, bergegas merangkak mengikuti String Line (tanda yang diberikan di jalur pendakian), lembabnya pepohonan yang kadang kala dibutuhkan untuk berpegangan membuat sejumlah pendaki terjungkal berkali-kali, hingga sampai pula pada pos kedua yakni Shelter 2 yang membutuhkan waktu selama 2 jam.

Tanpa menunda waktu lagi, perjalanan yang diperhitungkan sekitar setengah jam lagi menuju shelter 3 pula dilanjutkan. Semilir angin sepoi-sepoi Burni Telong mulai terdengar, alunan suara-suara rimba begitu terdengar silih berganti.

mendirikan tenda diantara rimbunan pohon ditengah pungung BUrni Telong

Tak terasa waktu sudah kul 04.00 pagi. Dibalik semak dan pepohonan yang berlumut mulai tampak wajah peserta yang diiringi tawa didepan cahaya yang sangat hangat.  Kemah pun dipasang di lokasi ini bersama dengan kemah para pendaki lainnya, yang sama-sama menanti waktu yang tepat untuk menuju puncak Burni Telong yang berada pada ketinggian 2.624 mdpl.

Setelah menikmati secangkir kopi panas yang mulai dingin layaknya air didalam pendingin, secara bergantian kami isirahatkan tubuh yang amat letih ini. Ditemani alunan suara binatang yang terdengar disetiap sudut pepohonan alarm pun berbunyi.

Namun sayangnya kami harus menunda keberangkata, karena menurut peserta dari komunitas Sendal Jepit ini, terlalu banyak pendaki di atas sana, akan sangat sedikit ruang untuk kita berdiri nantinya. Sembari menunda pendakian ke puncak kembali menikmati indahnya pagi di punggung Burni Telong dengan segelas kopi dan membuat mie instan yang kami masak sebagai penambah energi menghadapi jalur yang amat terjal menuju puncak 2624 mdpl.

Dengan rasa kecewa terbitnya matahari dari puncak gunung yang begitu dinantikan untuk dapat didokumentasikan telah terlewati. Namun masih bisa menikmati panorama yang menawan di rimba ini bisa menenangkan hati yang kecewa.

Kembali melanjutkan perjalanan menuju puncak. Melewati lembah pepohonan yang lebat dan dari kejauhan terlihat jalur terjal dibumbuhi bebatuan kecil, tidak ada batang-batang pohon besar seperi sebelumnya yang bisa digunakan untuk berpegangan dijalur ini.

Menapaki rute bebatuan kecil yang amat terjal begitu menyakitkan bagi lutut pendaki, belum lagi kebanyakan dari komunitas ini merupakan pendaki pemula. Rasa sakit disetiap Inchi lutut, mulai terbayarkan seiring langkah kaki berjalan ketika panorama menawan mulai terlihat dibalik rindangnya alam.

Dibalik kabut tipis yang terkadang menutupinya dari penglihatan, diihiasi oleh indahnya Bunga Edelweis yang hanya tumbuh di lereng gunung berapi. Seteguk demi seteguk air mineral yang kami gotong dari Shelter 3, kami cicipi.

Tanpa melewati momen pemandangan indah, jepretan kamera berulang-ulang dilakukan. Setelah puas mengabadikan gambar di Goa, kembali beranjak mendaki menuju puncak yang tidak jauh lagi, hanya membutuhkan waktu 15 menit kamipun sampai dan kami sampai di puncak Burni Telong dengan ketinggian 2.624 mdpl.

Sejenak tercengang, betapa indahnya ciptaan Yang Maha Kuasa. Akhirnya keindahan alam yang tiada tara bisa terlihat. Berada diatas awan yang hampir tersentuh oleh tangan, gelombang putih bagaikan ombak yang ganas menghantam desiran pasir.


Sungguh indah, langsung para anak muda dari komunitas Sendal Jepit mengumandangkan Azan sebagai pertanda syukur dan takjub.Dibawah langit biru nan cerah diimbangi hangatnya sang surya, mata seakan tak berkedip menikmati panorama yang benar adanya ini.

Merebahkan tubuh dibawah hangatnya mentari, ditemani hembusan alunan angin diketinggian 2.624 mdpl, sungguh sebuah kenikmatan bagi jiwa. Tidak ingin melewati moment ini, kami pun kembali mengabadikan gambar apa yang kami lihat di atas sini. Rasa puas enggan tiba, meski harus segera turun kembali ke lokasi tenda yang kami dirikan, berhubung logistic yang disiapkan tidak memadai untuk bermalam di Shelter 3, dengan berat

Berat rasanya meninggalkan jejak kaki, seolah ingin terus menikmati indahnya panorama ini, belum lagi sunrise yang terlewati. Tanpa terasa langkah kaki ini terus berjalan menuruni rute terjal yang amat menguras tenaga agar tidak terjungkal kebawah sana.

 Rasa haus pun mneghantui, seolah dahaga tidak akan terobati dengan sebotol air mineral, untungnya pencinta alam yang kerap menadaki meninggalkan botol-botol survival di sela-sela semak sepanjang rute, yang terisi air hujan dan embun, entah air hujan ataupun embun yang jelas air itu bagai Bahan Bakar Minyak yang menghidupkan kendaraan bermotor bagi kami.

Menuruni lereng Burni Telong rasanya lebih cepat dari pada mendaki, tanpa terasa kami tiba di Shelter 3, setelah istirahat sejenak dengan sigap kami melakukan packing untuk segera menyelesaikan pendakian ini. Dengan berat hati kami kembali menuruni satu persatu Shelter di punggung Burni Telong hingga akhirnya tiba di Desa Rembune, lokasi dimana kendaraan kami simpan, yakni dirumah pak Udin selaku kepala Desa setempat, yang menjadi akhir dari pendakian ini.


Setelah meneguk sebotol minuman mineral kami berpamitan pada Pak Udin, peserta bergegas kembali ke kota asal. Banyak cerita indah yang harus disaksikan dalam perjalanan menuju Gunung Burni Telong. Yang merupakan salah satu gunung di Aceh, serta banyak dijadikan tujuan para pendaki. (*)
Share on Google Plus
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar