Jakarta (ANTARA News) - Filsuf perempuan Indonesia, Karlina Supelli dalam pidato kebudayaannya di Jakarta, menyampaikan bahwa kebudayaan dapat dijadikan sebagai sebuah siasat dalam kehidupan sehari-hari.
"Dari seluruh hasil renungan pribadi dan diskusi-diskusi yang pernah saya ikuti, saya menemukan bahwa kebudayaan merupakan siasat. Lebih rinci, saya menemukan ada delapan pokok siasat kebudayaan," kata Karlina saat menyampaikan Pidato Kebudayaan di Teater Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Senin malam.
Pertama, kebudayaan membangkitkan kembali kebiasaan berpikir serius, bukan sekedar melempar komentar. Kedua, kebudayaan mengubah konsep ekonomi dari urusan pasar dan jual beli uang ke urusan mata pencaharian warga biasa.
Ketiga, kebudayaan melatih kebiasaan mau mengakui kesalahan dan berkata benar. Keempat, kebudayaan melatih kebiasaan berpolitik karena tanggung jawab dan komitmen pada kehidupan publik, bukan pribadi.
Kelima, kebudayaan melatih hasrat berbelanja karena perlu, bukan karena mau. Keenam, kebudayaan membangun kebiasaan baru seluas bangsa untuk menilai bahwa korupsi, plagiarisme dan mencontek bukan hal yg lazim, tetapi kriminalitas.
Ketujuh, kebudayaan mengembalikan makna profesi sebagai janji publik, bukan sekedar keahlian. Terakhir, kebudayaan melatih bertindak karena komitmen, bukan semata karena suka.
"Mengapa tawaran saya adalah siasat dan bukan peta besar atau strategi? Karena dalam kondisi seperti sekarang, kita perlu menetapkan prioritas. Kalau pun kita sanggup menggambar peta besar, perjalanan kita akan tersendat sebelum berhasil mentransformasikan kebiasaan-kebiasaan publik kita," ungkap Karlina.
Karlina Supelli merupakan filsuf lulusan Sarjana Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1981 dan memperoleh gelar Doktor Filsafat dari Universitas Indonesia (UI) pada 1997.
Pidato Kebudayaan merupakan program tahunan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) bersama Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ TIM). Tradisi yang diselenggarakan sejak 1989 sebagai bagian dari perayaan ulang tahun TIM itu setiap tahun mengundang tokoh nasional untuk mengupas persoalan penting dan aktual dari perspektif kebudayaan. (*)
Pewarta: Rany
"Dari seluruh hasil renungan pribadi dan diskusi-diskusi yang pernah saya ikuti, saya menemukan bahwa kebudayaan merupakan siasat. Lebih rinci, saya menemukan ada delapan pokok siasat kebudayaan," kata Karlina saat menyampaikan Pidato Kebudayaan di Teater Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Senin malam.
Pertama, kebudayaan membangkitkan kembali kebiasaan berpikir serius, bukan sekedar melempar komentar. Kedua, kebudayaan mengubah konsep ekonomi dari urusan pasar dan jual beli uang ke urusan mata pencaharian warga biasa.
Ketiga, kebudayaan melatih kebiasaan mau mengakui kesalahan dan berkata benar. Keempat, kebudayaan melatih kebiasaan berpolitik karena tanggung jawab dan komitmen pada kehidupan publik, bukan pribadi.
Kelima, kebudayaan melatih hasrat berbelanja karena perlu, bukan karena mau. Keenam, kebudayaan membangun kebiasaan baru seluas bangsa untuk menilai bahwa korupsi, plagiarisme dan mencontek bukan hal yg lazim, tetapi kriminalitas.
Ketujuh, kebudayaan mengembalikan makna profesi sebagai janji publik, bukan sekedar keahlian. Terakhir, kebudayaan melatih bertindak karena komitmen, bukan semata karena suka.
"Mengapa tawaran saya adalah siasat dan bukan peta besar atau strategi? Karena dalam kondisi seperti sekarang, kita perlu menetapkan prioritas. Kalau pun kita sanggup menggambar peta besar, perjalanan kita akan tersendat sebelum berhasil mentransformasikan kebiasaan-kebiasaan publik kita," ungkap Karlina.
Karlina Supelli merupakan filsuf lulusan Sarjana Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1981 dan memperoleh gelar Doktor Filsafat dari Universitas Indonesia (UI) pada 1997.
Pidato Kebudayaan merupakan program tahunan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) bersama Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ TIM). Tradisi yang diselenggarakan sejak 1989 sebagai bagian dari perayaan ulang tahun TIM itu setiap tahun mengundang tokoh nasional untuk mengupas persoalan penting dan aktual dari perspektif kebudayaan. (*)
Pewarta: Rany
Editor: Ruslan Burhani
0 komentar:
Posting Komentar