JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah tetap tidak berhasil meminta Gubernur Aceh Zaini Abdullah dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk mengubah lambang dan bendera Aceh. Selain mengajak Jusuf Kalla, pemerintah juga akan meminta peraih Nobel Perdamaian Martti Arthisaari untuk ikut melobi pihak Aceh.
"Kalau (pihak Aceh) tetap bersikeras, pemerintah akan mengundang Martti Arthisaari lagi supaya bisa menengahi antara pemerintah pusat dengan (pihak) di Aceh," ujar Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan saat ditemui di kantornya di Jakarta, Jumat (26/7/2013).
Ia mengatakan, pemerintah sebelumnya akan membahas Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) Helsinki 2005 dengan Martti. Yang akan dipaparkannya, kata dia, isi MoU itu pasal 4 ayat 2. "MoU itu kan bilang penggunaan lambang GAM (Gerakan Aceh Merdeka) tidak diperbolehkan. Itu bagaimana menurut pandangan dia (Martti)," jelas Djohermansyah.
Dia berharap, Martti dapat menjadi mediator bagi pemerintah agar pihak Aceh mau mengubah komposisi lambang dan bendera Aceh.
Sebelumnya, Djohermansyah mengatakan, akan melibatkan juga juru damai pemerintah dengan Aceh, yaitu mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mantan dan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin untuk bernegosiasi dengan pihak Aceh.
Birokrat yang akrab disapa Djo itu mengatakan, perundingan antara pemerintah dan pemerintah Aceh buntu. "Ribet. Belum ada titik temu walau kami (pemerintah pusat) sudah sangat akomodatif dan kooperatif," Djohermansyah.
Ia mengatakan, meski pemerintah melunak dan memberi tawaran-tawaran lambang yang dapat digunakan, pemerintah Aceh dan DPRA bersikeras menggunakan lambang yang persis sama dengan lambang Aceh dalam benderanya.
"Mereka tetap ingin benderanya tetap mirip dengan bendera GAM (Gerakan Aceh Merdeka)," tukasnya.
Di kesempatan lain, Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan, pemerintah tetap pada sikap awalnya yaitu melarang lambang dan bendera Aceh yang sama persis dengan bendera GAM. "Pokoknya kalau itu 100 persen sama dengan lambang GAM, sampai kapan pun tidak bisa. Dalam perjanjian Helsinki saja, dalam pasal 4 poin a poin b dikatakan, mirip saja tidak boleh. Cuma perubahannya seperti apa, mereka (pihak aceh) juga punya alternatif," kata Gamawan.
"Kalau (pihak Aceh) tetap bersikeras, pemerintah akan mengundang Martti Arthisaari lagi supaya bisa menengahi antara pemerintah pusat dengan (pihak) di Aceh," ujar Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan saat ditemui di kantornya di Jakarta, Jumat (26/7/2013).
Ia mengatakan, pemerintah sebelumnya akan membahas Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) Helsinki 2005 dengan Martti. Yang akan dipaparkannya, kata dia, isi MoU itu pasal 4 ayat 2. "MoU itu kan bilang penggunaan lambang GAM (Gerakan Aceh Merdeka) tidak diperbolehkan. Itu bagaimana menurut pandangan dia (Martti)," jelas Djohermansyah.
Dia berharap, Martti dapat menjadi mediator bagi pemerintah agar pihak Aceh mau mengubah komposisi lambang dan bendera Aceh.
Sebelumnya, Djohermansyah mengatakan, akan melibatkan juga juru damai pemerintah dengan Aceh, yaitu mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mantan dan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin untuk bernegosiasi dengan pihak Aceh.
Birokrat yang akrab disapa Djo itu mengatakan, perundingan antara pemerintah dan pemerintah Aceh buntu. "Ribet. Belum ada titik temu walau kami (pemerintah pusat) sudah sangat akomodatif dan kooperatif," Djohermansyah.
Ia mengatakan, meski pemerintah melunak dan memberi tawaran-tawaran lambang yang dapat digunakan, pemerintah Aceh dan DPRA bersikeras menggunakan lambang yang persis sama dengan lambang Aceh dalam benderanya.
"Mereka tetap ingin benderanya tetap mirip dengan bendera GAM (Gerakan Aceh Merdeka)," tukasnya.
Di kesempatan lain, Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan, pemerintah tetap pada sikap awalnya yaitu melarang lambang dan bendera Aceh yang sama persis dengan bendera GAM. "Pokoknya kalau itu 100 persen sama dengan lambang GAM, sampai kapan pun tidak bisa. Dalam perjanjian Helsinki saja, dalam pasal 4 poin a poin b dikatakan, mirip saja tidak boleh. Cuma perubahannya seperti apa, mereka (pihak aceh) juga punya alternatif," kata Gamawan.
Editor : Hindra Liauw
0 komentar:
Posting Komentar