Melihat Propsek Usaha Arang Batok Kelapa Yang Begitu Menjanjikan

Laporan Muchlis Gurdhum, Lhokseumawe

salah seorang pekerja sedang membersihkan batok kelapa untuk dijadikan arang batok. (foto : Muchlis Gurdhum)

Modal Minim, Terpaksa Andalkan Cara Tradisional

Tumpukan karung yang berisi batok kelapa memenuhi halaman tempat usaha. Beberapa orang wanita setengah baya terlihat bekerja mengorek sisa daging kelapa yang masih lengket pada tempurungnya untuk dijadikan sebagai kopra. Sedangkan batok kelapa yang sudah bersih dijadikan sebagai arang batok.

Disitulah Bahrum (60), pemilik usaha. Memulai aktivitasnya sebagai produsen arang batok kelapa  sejak empat tahun silam.  Usaha yang terletak dijalan Pasee, Gampong Keude Aceh, Lhokseumawe setiap harinya ramai oleh pekerja.

Kepada Atjeh Bisnis, Bahrum bercerita, bahwa usaha yang digelutinya sejak tahun 2010 tersebut, awalnya dikarenakan ada permintaan arang batok kelapa yang tinggi. Namun, di Lhokseumawe belum ada usaha yang memproduksi arang batok kelapa.

Melihat melimpahnya batok kelapa sebagai bahan baku arang batok, yang dibuang percuma dipasar-pasar tradisional. Maka dengan modal keberanian,  dirinya memulai usaha tersebut. Saat itu, dirinnya turun langsung ke pasar-pasar menjumpai para pedagang kelapa, agar menjual batok kelapa kepada dirinya.

Di awal-awal usahanya itu, Bahrum berjibaku dengan sekuat tenaga mengumpulkannya sendiri batok kelapa dari kios ke kios pedagang kelapa lalu mengangkut dan membawa pulang ke rumahnya. Lalu pada malam harinya, batok kelapa yang sudah dibersihkan dibakar dalam drum bekas minyak untuk dijadikan arang batok. Arang batok kelapa yang sudah jadi itu, jika sudah terkumpul banyak dibawa ke penampung di Sumatera Utara.

Seiring waktu berjalan, usahanya pun terus berkembang. Kini dirinya tidak perlu lagi melakukan sendiri aktivitas usahanya itu. Para pedagang kelapa mengumpulkan batok kelapa dan membawanya ke tempat usahanya. Untuk proses pembersihan dan pembakaran sudah dilakukan oleh pekerja. Begitu juga untuk menjual hasil produksi cukup memberitahukan kepada penampung, lalu akan mengambil sendiri ketempat usahanya.

Bahrum juga menceritakan tentang proses pembuatan arang batok ditempatnya yang dilakukan secara tradisional. Terlebih dahulu, batok dibersihkan, baik sabut dan juga sisa isi daging kelapa yang tidak habis dikukur. 

Sisa daging kelapa itu juga memberi nilai tambah dan dianggap sebagai kopra. Untuk melakukan aksi pembersihan batok kelapa dan mengambil kopra ini, Bahrum mengupah pekerja dengan imbalan yang dihitung per kilogramnya. Untuk satu kilogram kopra yang berhasil dikumpulkan, dibayar Seribu Rupiah.  Dalam sehari,  pekerja yang merupakan kaum wanita, mampu mengumpulkan 30 Kilogram.

Setelah batok kelapa sudah bersih, langsung dimasukkan ke tungku pembakaran. Untuk proses pembakaran dilakukan oleh dua orang pria. Upah yang diterima pekerja yang melakukan kegiatan pembakaran sebesar 150 Ribu Rupiah per orang.

“Jumlah tenaga kerja sekarang ada Delapan orang. Namun tidak terikat, jika mereka bekerja ya..menerima upah,” ujar Bahrum.

Para wanita yang bekerja ditempatnya, umumnya adalah wanita yang sudah janda dan bekerja untuk mencari nafkah hidup. Dengan pekerjaan, membersihkan batok kelapa saja. Sedangkan untuk pekerjaan mengangkat dan membakar batok kelapa dilakukan oleh pekerja pria.

Bahrum patut berbangga. Dengan usahanya itu, yang awalnya dianggap tidak seberapa. Namun telah menciptakan lapangan pekerjaan kepada orang lain.  “ Ya..meski hanya usaha kecil-kecilan seperti ini, namun cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dan dapat membantu pekerjaan kepada orang lain,” ucapnya.

Sementara itu, mengenai kendala terhadap usahanya tersebut, Bahrum mengaku tetap ada. Terutama dari segi permodalan untuk membeli alat-alat kerja yang memadai. Karena selama ini, mengandalkan alat tradisional dan apabila musim hujan praktis tidak bisa melakukan aktivitas pembakaran.

“Cocoknya, dibutuhkan alat khusus pembakaran. Selain bisa menghasilkan arang juga bisa menghasilkan minyak dan juga asap arang. Namun alat dimaksud, harganya juga cukup tinggi. Yaitu mencapai 30 Juta Rupiah per unit,” ucapnya.

Pernah dirinya mengajukan permohonan kepada Pemko Lhokseumawe. Namun bantuan yang diberikan belum memadai. Namun dirinya tetap berterima kasih atas perhatian yang diberikan. Sedangkan untuk meminjam modal ke bank, dirinya mengambil sesuai dengan kebutuhan saja, akui Bahrum.

Disebutnya lagi, usaha arang batok kelapa, memiliki prospek yang bagus. Karena arang batok kelapa dijadikan sebagai salah satu bahan baku industri. Selain itu, ketersedian bahan baku juga cukup banyak. (*)



Share on Google Plus
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar