BIREUEN-Acehinfo.com. Sebanyak 64 ton beras miskin (raskin) bantuan tambahan pemerintah pusat dari sumber APBN-P 2013, sebagai kompensasi pengurangan subsidi BBM yang diperuntukkan bagi ribuan rumah tangga sasaran (RTS) pada 52 desa di Kecamatan Peudada. Diduga dijual oleh oknum camat dan pengelola kecamatan, dengan alasan untuk menunjang biaya operasional kepala desa (Geusyik) di wilayah Kecamatan Peudada.
Informasi yang diperoleh sejumlah Wartawan yang ada di Bireuen menyebutkan, raskin 14 dan 15 itu seharusnya sudah diterima oleh masyarakat miskin di Peudada sejak Oktober hingga Desember tahun lalu. Namun, hingga kini belum disalurkan karena telah habis dijual. Semula persoalan ini tertutup rapat dan menjadi rahasia diantara camat, pengelola kecamatan bersama geuchik (kades-red) selaku pelaku yang terlibat aksi penggelapan hak warga miskin itu.
Namun kasus ini menyeruak ke permukaan setelah masyarakat Gampong Baroe, mengetahui adanya raskin yang belum disalurkan untuk mereka ternyata sudah ludes, karena dijual oleh pengelola kecamatan yang berkonspirasi dengan para geuchik. Ketika persoalan itu mulai mencuat, akibat komplain masyarakat yang terus terjadi. Pengelola raskin kecamatan lalu menggelar rapat mendadak di Gampong Baro, guna memberi penjelasan terkait bantuan yang terlanjur telah diuangkan itu.
Tarmizi Sofyan (32) warga Gampong Baroe, Kecamatan Peudada kepada koran ini kemarin menuturkan, raskin untuk 52 gampong di Kecamatan Peudada sebanyak 64 ton. Diduga telah digelapkan oleh pihak kecamatan bersama para geuchik, sehingga ribuan masyarakat miskin kehilangan hak atas beras subsidi dari pemerintah RI.
“Setelah kasus ini mencuat, ibu Ida (pengelola kecamatan-red) menggelar pertemuan di desa kami. Saat itu dia mengaku jika raskin sudah terlanjur dijual untuk biaya operasional geuchik. Dia juga mengatakan kepada kami, tidak perlu lagi melapor ke polisi karena kapolres saja telah mengetahui persoalan ini,” ujar Tarmizi.
Hal senada juga diungkapkan M Husen (51) warga Gampong Baroe yang memberi keterangan kepada wartawan kemarin, menurutnya harga tebus raskin Rp 1.600 per kg. Setiap RTS berhak menebus 15 kg raskin per bulan selama 13 kali pertahun. Namun, karena adanya kebijakan pengurangan subsidi BBM tahun lalu, pemerintah pusat menambah dua bulan jatah raskin untuk rakyat miskin. Tapi bantuan ke 14 dan 15 itu di seluruh Kecamatan Peudada tak pernah sampai ke sasaran penerima, akibat ulah oknum pemerintah kecamatan.
Dia menuding, aparat kantor camat dan pengelola kecamatan berusaha mencari keuntungan besar dari bisnis raskin ini. Pasalnya, jika dijual ke pasaran harganya mencapai Rp 8.000 per kg, sehingga pelaku mampu meraup untung sampai Rp 6.400 per kg,”Setelah masalah itu diketahui masyarakat umum, para sasaran penerima diberi uang pengganti sebesar Rp 37 ribu per RTS. Namun di desa kami, warga tetap menolak dan memilih untuk menebus raskin,” jelasnya.
M Husen mengaku, khusus untuk Gampong Baro jatah raskin 14 dan 15 sebanyak 3 ton. Sementara untuk kebutuhan seluruh desa lainnya di Kecamatan Peudada mencapai 65 ton. Menurut informasi yang diperolehnya kondisi itu telah terjadi pada semua desa, karena ambisi pihak kecamatan yang ingin mengeruk laba dari penjualan raskin. Apalagi saat ini harga beras sedang melambung dan langka di pasaran. Menurutnya, alasan menjual raskin untuk biaya operasional geuchik dinilai tidak wajar.
”Kami sangat kecewa kepada aparatur Kecamatan Peudada yang mengelola penyaluran raskin, karena tak seharusnya mereka itu merampas hak warga miskin. Apalagi menyangkut kebutuhan pangan, konon lagi sekarang kaum nelayan di pesisir tidak bisa melaut akibat ombak besar. Kondisi ekonomi mereka sangat sulit, sehingga butuh beras murah ini,” sebutnya.
Sementara Peutua Tuha Peut Gampong Baroe, Mukhtar Ismail mengaku dirinya semula tidak tahu menahu masalah itu. Namun, karena mendapat kabar dari warga maka dia mempertanyakan kepada geuchik. Dia merasa keberatan, atas kebijakan sepihak geuchik yang memutuskan penjualan raskin ini melalui musyawarah bersama aparat kecamatan.
“Geuchik mengaku ada uang pengganti bagi penerima raskin sebesar Rp 2.100 per kg, karena hanya 98 KK di desa kami yang berhak menerima. Sesuai kesepakatan, kami membagi untuk seluruh warga sebanyak 146 KK yang ada di gampong. Maka setiap KK sudah menerima uang pengganti sebesar Rp 37 ribu,” sebutnya.
Camat Peudada, Drs Jalaluddin Msi yang dikonfirmasi koran ini kemarin membantah tudingan itu. Dia mengaku tidak tahu menahu terkait tindakan dari stafnya ini, karena saat kejadian berlangsung dirinya tidak masuk kantor selama dua minggu karena sedang berkabung akibat ayahnya meninggal dunia. Namun belakangan setelah menerima penjelasan pengelola raskin, dia menggelar rapat bersama seluruh geuchik guna menyikapi persoalan itu. Bahkan hasil keputusan juga diketahui oleh Danramil dan Kapolsek Peudada.
“Tidak benar hasil penjualan raskin periode 14 dan 15 untuk OP geuchik, karena saya semula tidak tahu tindakan ini. Karena semua dilakukan sendiri oleh pengelola raskin di Kecamatan Peudada,” sangkalnya.
Sedangkan Idariani selaku pengelola raskin mengakui terlanjur menjual 64 ton raskin untuk 52 gampong di kecamatan itu, seharga Rp 4.500 per kg guna membayar utang yang dipinjam dari pihak lain saat menebus raskin di kantor Bulog Lhokseumawe. Dia mengaku, beras yang berkualitas kurang bagus dijual kepada pedagang di Keudee Peudada. Sementara yang bagus dijual untuk Sudirman selaku pengusaha kilang padi di Plimbang.
Idariani mengaku semua itu inisiatifnya sendiri dan seminggu kemudian baru memberitahu ke camat, sehingga hasil penjualan selain melunasi tebusan ke Bulog seharga Rp 1.600 per kg, juga dikembalikan ke masyarakat sebesar Rp 2.100 per kg. Sehingga pengeluarannya mencapai Rp 3.700 per RTS, sedang sisa keuntungan Rp 800 diserahkan untuk membayar jasa peminjam uang saat menebus raskin ke Bulog.
“Saya mengaku khilaf, karena saat itu terjepit hutang pinjaman uang ke orang untuk biaya menebus raskin. Karena beberapa geuchik masih menunggak uang tebusan yang seharusnya sudah diberikan kepada saya,” jawabnya dengan wajah sedih. ( Rian )
0 komentar:
Posting Komentar